Bergelar S2 Berkah Hasil dari Budidaya Sayur Organik

PETANI ZAMAN NOW: Shofyan Adi Cahyono (kiri) bersama rekan mengenalkan SOM pada masyarakat dalam Pasar Sehat. (NURUL PRATIDINA / JAWAPOS RADAR SEMARANG)

Di saat sejumlah rekan memilih hijrah ke kota dan bekerja di luar sektor pertanian, Shofyan Adi Cahyono justru bertahan. Bersama sejumlah pemuda lainnya, ia kembangkan sektor tersebut baik dari sisi produksi maupun sistem pemasaran. Seperti apa?

SEGARNYA sawi pagoda, bayam jepang, brokoli, selada, dan beberapa jenis sayuran lain menggoda para pengunjung untuk mampir di stan Sayur Organic Merbabu (SOM) pada kegiatan Pasar Sehat di Basilia Cafe, Minggu (13/5) pagi lalu. Selain membeli produk, para pengunjung juga bisa mendapatkan informasi mengenai budidaya dan manfaat mengonsumsi sayur organik langsung dari pencetus sekaligus pengelola SOM, Shofyan Adi Cahyono.

“Produk-produk SOM ini terdiri atas sayuran organik dari 20 petani muda di Dusun Sidomukti, Kecamatan Getasan. Dari 9 hektare lahan yang kami garap, per hari kami dapat memproduksi antara 100 – 200 kilogram sayur organik. Kemudian didistribusikan ke pasar tradisional, pasar modern atau langsung ke pelanggan yang telah memesan,”ujarnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.

SOM sendiri terbentuk berawal dari program kewirausahaan yang diajukan oleh Shofyan saat masih kuliah semester II di Jurusan Agro Teknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Saat itu, proposal program kewirausahaan yang diajukan di kampusnya disetujui, lalu Shofyan menjalankan proposal tersebut.

“Saya kuliah pertanian sebetulnya karena kepepet. Orangtua saya petani. Kata bapak, kalau mau kuliah ya harus yang berkaitan, kalau tidak nanti siapa yang menggarap lahan bapak? Mau masuk kuliah dibantu beasiswa di semester I, kemudian semester II ada program kewirausahaan, saja ajukan proposal judulnya SOM. Kali pertama dijalankan hanya sekitar satu-dua kilo sayur saja yang dipesan. Jadi, sebelum kuliah, pagi-pagi saya antar pesanan-pesanan sayur. Tas ransel saya, bawahnya buku, atas isi sayuran,” kenangnya.

Skema tersebut ternyata cukup berhasil. Dari yang sebelumnya hanya menggarap lahan seluas 7.000 meter persegi, kini berkembang menjadi 1,5 hektare. Bahkan, Shofyan juga berhasil mengajak dan menularkan ilmunya ke sesama petani muda di kawasan tersebut.

“Untuk menumbuhkan kembali minat para petani muda, kami tidak hanya belajar sistem budidayanya saja, tapi juga analisis usaha. Bagaimana pemasarannya? Sejauh apa keuntungannya? Sehingga bisa menjadi pembanding, mau maju sebagai petani atau pilihan lain,”ujarnya.

Menurutnya, sektor pertanian masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Selama dikelola dengan baik, mulai dari produksi hingga sistem pemasaran. Terlebih, kini banyak pilihan media untuk sistem pemasaran. Mulai dari mendistribusikan ke pasar tradisional, modern, hingga pesanan langsung melalui sosial media.

“Selama pangan dibutuhkan, sektor pertanian ya pasti dibutuhkan. Sejauh ini pun, saya kuliah sampai S2 ya biayanya dari jualan sayuran,”kata mahasiswa semester III, Magister Agro Teknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW ini.

Namun demikian, diakuinya, ada beberapa tantangan dalam memasarkan sayur organik. Selain harga yang lebih tinggi dari sayur non organik, tak jarang ada yang mengklaim sayur non organik menjadi organik.

“Salah satu ciri sayur organik daun-daunnya yang sedikit bolong-bolong. Ini merupakan tester alam, karena tidak memakai bahan kimia dalam merawat, sehingga hewan masih doyan memakan. Nah, kadang ada sayur yang juga bolong lantas diaku organik. Tapi tidak apa-apa, kami tetap terus melakukan edukasi,”ujarnya.

Ia bersama sejumlah rekannya juga terus bekerjasama dan bertukar informasi dengan sesama petani di sejumlah daerah. Selain itu, Shofyan juga terbuka pada mahasiswa maupun masyarakat yang ingin berkunjung untuk belajar budidaya sayur organik. “Kami memiliki misi agar masyarakat dapat menikmati sayur organik dengan harga terjangkau,”katanya. (*/aro. Sumber
RADARSEMARANG.COM